PILKADA DAN VISI PENGEMBANGAN TERPADU D.I. YOGYAKARTA

Beberapa bulan ke depan akan dilaksanakan pemilihan kepala daerah (PILKADA). Di Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagaimana amanat dalam undang-undang, kepala daerah tingkat provinsi masih diamanatkan kepada  Sri Sultan hamengku buwono dan wakil kepala daerah diamanatkan kepada pakualaman. Konsekuensi dari keistimewaan sistem ini adalah tidak adanya persaingan, baik dari segi politik maupun visi ke depan dalam pengembangan daerah. Namun demikian, indikasi dari PILKADA ini adalah dirumuskannya kembali program kerja daerah selama beberapa tahun ke depan, dan inilah yang harus diperhatikan dan direncanakan dengan seksama. Hal ini diperlukan karena DIY merupakan daerah pariwisata, di samping itu pula merupakan daerah yang mempunyai produk kreatif bervariasi dan cukup berkembang pesat untuk mendukung seni pariwisata di dalamnya.

Pada sisi lain, PILKADA selain menentukan gubernur dan wakilnya, juga memilih para pemimpin daerah tingkat kabupaten. Di sinilah letak pentingnya sebuah visi pengembangan terpadu dari seorang gubernur bersama dengan para pemimpin di tingkat kabupaten untuk membangun DIY menuju daerah yang berwibawa. Pembangunan terpadu ini juga penting untuk menghadapi tantangan ke depan dari dampak pasar global yang mungkin dalam beberapa bulan ini akan sedikit demi sedikit dirasakan oleh para pengusaha lokal. Apalagi jika dilihat pasar tradisional di DIY ini sangat banyak dan menjadi tumpuan hidup dari sebagian besar masyarakat Yogyakarta.

Ada beberapa aspek penting yang harus dikerjakan bersama sebagai “PR” untuk para calon pemimpin DIY 2010-2015 mendatang dalam pengembangan terpadu DIY ini. Sebagaimana diketahui bersama DIY dikenal dengan daerah yang unik dari segi kepemimpinannya. Di samping itu pula, dari segi pariwisata DIY dikenal dengan banyak daerah yang layak dijadikan sebagai tempat wisata dari pesisir pantainya, bangunan bersejarah dan dimensi alam pegunungan yang menawan. Keunikan DIY juga terdapat pada banyaknya pasar tradisional yang masih menjadi tumpuan hidup ekonomi mayoritas masyarakat Yogyakarta. Pada segi pendidikan, Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar, dimana di dalamnya para pelajar dan mahasiswa se antero Indonesia bahkan tidak sedikit dari luar negeri juga turut serta meramaikan atmosfer ilmiah dan pendidikan di DIY.

Keunikan di atas tentu seharusnya menjadikan Yogyakarta sebagai daerah yang lebih maju dibanding daerah lainnya dari segi ekonomi, sosial masyarakat, budaya dan pendidikan. Potensi tersebut harus dikembangkan menjadi identitas Yogyakarta di mata masyarakat Indonesia. Jika selama ini Bali menjadi daerah yang dikenal dunia dari segi pariwisatanya, maka jogja pun sebenarnya lebih berpotensi dari pada itu.

Mata Rantai Pengembangan Terpadu DIY

Tuntutan di atas dapat direalisasikan dengan adanya kesatuan visi dari para pemimpin daerah di DIY dari tingkat atas yaitu provinsi sampai pada tingkat bawah yang berada di desa-desa. Strategi pengembangan terpadu ini bertumpu pada aspek-aspek yang sudah dijelaskan di atas. Adapun bentuk konkret dari pengembangan terpadu ini adalah optimasi aspek-aspek tersebut di atas secara terkait sehingga membentuk mata rantai yang saling berhubungan.

Dari segi pariwisata, diperlukan pembenahan fasilitas dan promosi yang dapat menarik dunia domestik dan internasional untuk dapat melihat eksotisme alam Yogyakarta secara langsung. Tentu kita masih ingat ketika Malaysia menggunakan beberapa icon kebudayaan kita dalam promosi pariwisata asia untuk mengajak dunia internasional mengunjungi mereka. Kita tentunya sebagai pemilik asli seharusnya mempunyai daya tawar lebih dibanding dengan Negara lain yang menggunakan icon kita. Hal ini bisa diperkuat dengan keunggulan alam dan budaya yang ada di Yogyakarta.

Jika posisi tawar Yogyakarta sudah cukup tinggi dalam dunia pariwisata, secara tidak langsung akan mensupport perekonomian Yogyakarta, khususnya industri produk kreatif yang menjadi pelengkap dari pariwisata. Pada sisi lain, daya tarik pariwisata ini akan lebih mempromosikan dunia pendidikan di DIY pada masyarakat internasional. Dunia pariwisata ini juga dapat didukung dari segi pendidikan yang ada di Yogyakarta. Apabila kualitas pendidikan dalam suatu daerah meningkat, maka daya tarik atas belajar di daerah tersebut juga akan meningkat, sehingga secara tidak langsung akan meramaikan komunitas baru yang dapat mendukung potensi pariwisata di atas.

Strategi pengembangan terpadu DIY

Untuk mewujudkan dan mengkondisikan potensi di atas, maka harus disusun strategi terpadu pula dalam pengembangan terpadu ini. Strategi tersebut juga tetap mengacu pada elemen dasar yang ada pada tiap aspek-aspek yang berpotensi di atas. Pertama, dari aspek pariwisata, perlunya koordinasi bersama antara pemerintah daerah dengan pengelola dan masyarakat sekitar untuk membenahi fasilitas dunia pariwisata dan memunculkan tempat-tempat baru yang berpotensi untuk dijadikan daerah pariwisata dan diusulkan kepada pemerintah. Untuk memaksimalkan peran serta masyarakat, diperlukan insentif lebih kepada masyarakat sekitar sebagai bentuk pemberdayaan mereka dalam pengelolaan situs pariwisata ini. Bentuk insentif bisa bermacam-macam dapat berupa insentif tunai, atau bisa berbentuk permodalan tunai atau alat untuk mengadakan usaha kreatif untuk memperkaya bentuk daya tarik pariwisata kita. Insentif kedua lebih direkomendasikan karena disamping memperkaya bentuk daya tarik wisata juga bisa digunakan masyarakat untuk menambah pendapatan baru mereka, dan tentunya sebagai solusi konkret untuk mengurangi pengangguran di DIY.

Kedua, dari aspek pendidikan. Sebagaimana diketahui bersama lembaga pendidikan di Yogyakarta jumlahnya sangat banyak dengan spesifikasi disiplin ilmu yang variatif. Hal ini perlu dipromosikan pula sebagai bentuk kekayaan Yogyakarta, tentu dengan catatan inovasi dan evaluasi lembaga pendidikan khususnya kampus harus terus dilakukan untuk dapat menjadi pusat pendidikan yang berkualitas.

Ketiga, dari aspek kebudayaan. Yogyakarta memiliki budaya yang unik, yaitu kraton dan segala bentuk warisan di dalamnya sampai sekarang. Untuk menjaga kelestarian budaya kraton ini sebagai manivestasi ciri khas Yogyakarta dan usaha menjaga tradisi lokal Yogyakarta, perlu digalakkan kesadaran pada masyarakat Yogyakarta, baik penduduk asli maupun pendatang dalam melestarikan budaya Yogyakarta melalui paguyuban dan komunitas seni, festival budaya yang dilombakan setiap tahun dan pameran-pameran kebudayaan lokal.

Formulasi strategi dalam ketiga aspek tersebut di atas merupakan gambaran umum dari bentuk pengembangan terpadu yang semestinya digarap nantinya oleh para pemimpin daerah Yogyakarta ke depan. Inilah yang perlu dipikirkan secara matang dan saya sebut sebagai “PR” bagi para calon pemimpin daerah Yogyakarta untuk digunakan sebagai visi pembangunan DIY berbasis kebudayaan lokal. Sudah saatnya kita mengoptimalkan segala potensi yang ada untuk mewujudkan Yogyakarta yang bersahaja dan berwibawa di mata dunia dan menatap persaingan global ke depan.

Oleh:

M. Agus Khoirul Wafa

PERMAINAN KARTU TRUF PEMERINTAHAN SBY

Isu reshuffle kabinet Bersatu kedua ini santer diberitakan. Walaupun juru bicara presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Julian Aldrin Pasha menyatakan bahwa isu reshuffle ini adalah tidak benar karena kinerja pemerintah dalam pemenuhan target 100 hari pertama berjalan dengan baik sehingga tidak ada evaluasi yang menyebabkan terjadinya pergantian para menteri (kompas,11/02), namun pada kenyataannya beberapa partai koalisi nampak mempersiapkan kuda-kuda untuk menangkis reshuffle tersebut.

Aburizal Bakrie misalnya dalam pandangan umumnya sesaat sebelum memulai pertemuan dengan kader Golkar di Gedung MPR/ DPR/DPD menyatakan bahwa dia tidak pernah bisa mengancam, tapi jangan coba-coba mengancamnya. Pernyataan ini disinyalir karena adanya isu perombakan susunan kabinet bersatu SBY yang di dalamnya beberapa kader GOLKAR dan partai koalisi lainnya terancam karena ditengarahi ketidak samaan pendapat antara perwakilan panitia khusus Bank Century dari pihak Partai Demokrat dengan perwakilan dari Pihak partai-partai koalisi  lainnya.

Perpecahan Koalisi

Jika kita evaluasi bersama dari fenomena perombakan kabinet ini sebenarnya dimulai dari perpecahan koalisi yang dijalin SBY dalam awal pemerintahannya. Koalisi yang dibangun ini bukan berdasarkan kesamaan ideologi, melainkan atas dasar hitung-hitungan angka kemenangan dalam Pilpres 2009 dan bagaimana bangunan kekuatan politik di parlemen.

Hal ini menjadi bomerang terhadap jalannya pemerintahan SBY pada awal-awal 100 hari pertama. Perpecahan ini terlihat mencolok ketika kasus bank century mulai dibahas oleh DPR dengan ditunjuknya anggota pansus dari tiap-tiap perwakilan fraksi yang termasuk di dalamnya partai yang berkoalisi dengan SBY. Pasalnya ketidak samaan pendapat dan pandangan dari perwakilan partai koalisi SBY menyulut ketidak puasan beberapa pihak dari perwakilan partai Demokrat yang memang mengusung pemerintah sebagai pihak kanan.

Atas dasar inilah Sekjen Partai Demokrat, Amir Syamsuddin mewacanakan untuk reshuffle kabinet (kompas,5/2). Diakui atau tidak, usuhal tersebut dilontarkan pasca perpecahan pendapat pada kasus bank century antara pihak democrat yang terlihat membela pemerintahan SBY dan pihak partai koalisi lain yang memang membahas dengan teliti fakta lapangan sehingga membuat kesimpulan awal bahwa pemerintah menjadi pihak yang bersalah dalam kasus ini.

Permainan “Kartu Mati” di Tubuh Pemerintahan

Dari berbagai permasalahan di atas, berbagai pihak yang merasa tidak nyaman mulai mengeluarkan kartu mati pihak lainnya. Hal ini terlihat jelas dalam berbagai statemen terkait kepentingan politik tersebut. Terkait masalah pajak misalnya, dimana SBY ketika pembukaan rapat pimpinan POLRI memerintahkan polisi menegakkan hukum terhadap segala bentuk kejahatan, termasuk kejahatan pajak. Sebagaimana diketahui bahwa pajak merupakan salah satu permasalahan dari sejumlah perusahaan Aburizal Bakrie.

Sedangkan dari partai koalisi yang tetap berkeras mempertahankan beberapa argumentasi terkait kesalahan pemerintah dalam hal kasus century juga sudah bersiap-siap dengan kuda-kuda yang cukup kuat untuk menerima konsekuensi dan akibat dari hasil pansus ini. Bahkan beberapa pihak yang sudah menjaring koalisi siap mundur dari pemerintahan jika memang harus menanggung pil pahit reshuffle apabila terealisasi. Namun ada beberapa pihak yang tetap bersikukuh akan menjalankan amanatnya di pemerintahan selama tidak ada bukti konkrit yang menyebabkan dia harus berhenti dan melepaskan amanatnya tersebut.

Hikmah Dari Kartu Mati

Sebenarnya jika kita amati bersama, betapa rapuhnya pemerintahan periode SBY ini. Hal ini terlihat ketika sejumlah permasalahan mencuat ketika pihak tertentu mendapat tekanan. Seolah-olah setiap pihak di pemerintahan mempunyai dan sangat mengenali kartu mati masing-masing individu di pemerintahan. Hal ini sangat ironis sebenarnya, jika dikaitkan dengan penegakan hukum di Indonesia. Bagaimana tidak, justru seolah-olah setiap pelanggaran hanya digunakan sebagai senjata pamungkas untuk menghadapi pihak yang dianggap sebagai lawan politik jika berbuat macam-macam dengan pihak tertentu.

Gambaran pemikiran politik ini nampaknya perlu dievaluasi bersama. Bahwa untuk menegakkan sebuah keadilan dan hukum, seorang pemimpin tidak perlu menunggu merasa terancam sehingga akhirnya untuk menutupi ancaman tersebut, akhirnya dia seolah-olah menegakkan keadilan di daerah kekuasaannya. Disadari atau tidak, hal ini merupakan cacat kepemimpinan dalam tubuh pemerintahan kita. Ataukah ini justru bentuk politik dan pemerintahan yang lumrah dimaklumi oleh setiap pihak di Negara Indonesia?

Oleh:

M. Agus Khoirul Wafa